DOMANCAL #1
Setelah sukses dengan acara BERANGKAT #2, alumni SMAN 1
Bantul angkatan 2014 mengadakan acara angkatan lagi yang bernama DOMANCAL #1.
DOMANCAL adalah singkatan dari Dolan MAiN kanCA Lawas yang jika diubah ke dalam
bahasa Indonesia yang benar-benar baik dan benar-benar benar berarti Bermain
dengan teman lama. Kenapa teman lama? Karena hampir satu tahun tidak ketemu.
Lama kan? Wqwq.
Ide diadakannya acara DOMANCAL ini sebenarnya muncul secara
tiba-tiba dan tak sengaja. Gagasan pertama sebenarnya ingin mengulangi acara
angkatan tahun lalu, yaitu bersepeda bareng (kebetulan belum ada namanya). Tapi
karena kendala jarak dan waktu, acara itu ditiadakan dan diganti dengan acara
lain. Saat Sababoy (Sebutan anak laki-laki angkatan 2014) mengadakan acara
FUTSYAWALAN #2, merapatkan tentang acara pengganti sepeda bareng dan
tercetuslah acara main bareng di Pantai Wohkudu, salah satu pantai di Gunung
Kidul.
Langsung ke hari-H ya. DOMANCAL dilaksanakan pada hari
Sabtu, 25 Juli 2015 dengan target Pantai Wohkudu. Pantai ini masih tergolong
asing karena jarang dikunjungi, tidak seperti pantai di Gunung Kidul yang lain
seperti Pantai Indrayanti dan kawan-kawan.
Dalam poster DOMANCAL #1, pukul 07.00 rencananya semua sudah
kumpul di SMAN 1 Bantul dan langsung cus. Tapi seperti yang kita tahu,
terkadang sesuatu yang molor itu tidak cuma karet atau benda-benda yang
berpotensi molor lainnya. Waktu ternyata juga bisa molor sehingga yang harusnya
berangkat pada pukul 07.00 harus mundur menjadi pukul 08.13 (kira-kira jam
segitu).
Perjalanan memakan waktu kira-kira satu jam lamanya. Kami
mengambil rute Palbapang-Bakulan-Siluk-Jalur Lingkar Selatan (Eh, Jalur Lintas
Selatan) dan sampai. Sampai papan penunjuk Pantai Wohkudu, jalan masih
terbilang oke-oke saja hingga akhirnya semua itu terjadi. Hidup itu memang
tidak selalu mulus ya, demikian juga perjalanan kami. Kira-kira sejauh 5 km
kami harus melewati jalan yang sempit, naik turun naik turun cantik, dan penuh
goncangan. Untung saja, dari 20-an orang yang ikut, tidak ada yang terkena
goncangan jiwa. Akhirnya kami sampai di parkiran Pantai Wohkudu.
“Alhamdulillah, akhirnya sampai juga. Tapi, Bro, kok gak ada
lautnya ya?”
Nah! Perjalanan kami tak berhenti sampai di parkiran saja.
Setelah memarkir motor dengan rapi, kami harus menuruni bukit, mendaki gunung,
melewati lembah, mencari kitab suci kurang lebih 457 meter. Peluh kami
bercucuran, tangisan penderitaan menggema, jeritan kasih sayang, jatuh bangun,
akhirnya sampai juga kami ke lokasi utama. Dan WAW! Pemandangannya sangat
indah.
Pantai Wohkudu termasuk pantai yang sempit dan diapit dua
tebing. Sampai di lokasi kami langsung melakukan apa yang semestinya dilakukan
oleh orang yang lagi di pantai, yaitu main air. Kami mencari makhluk laut,
memandang batu karang, ngobrol santai, dan yang paling penting di antara yang
penting-penting, yaitu foto-foto.
Tidak adanya sinyal membuat kami terpaksa
tidak menggunakan alat komunikasi dan membuat suasana menjadi lebih hangat,
tidak seperti di tempat-tempat bersinyal, raganya kumpul, tapi pikirannya main
sendiri-sendiri.
Di sela-sela ngobrol santai dan berpuas bermain air, saya
bersama beberapa teman berniat membuat sebuah mahakarya dari pasir. Awalnya,
saya hanya ingin iseng menutupi karang di pinggir pantai dengan pasir. Lalu
teman saya memberi usul untuk membentuk seperti ka’bah. Dan akhirnya yang
terbentuk adalah …. Ah, sudahlah. Kayaknya kurang sopan kalau diceritakan.
Waktu sudah mulai siang, suasana mulai panas, kami pun
memutuskan untuk pulang. Tapi ya itu tadi, kami harus berjalan membanting
tulang dan menguras peluh lagi. Hari yang mulai panas, dan jalan yang cenderung
naik membuat perjalanan itu lebih berat berkali-kali lipat dari saat berangkat.
Air mata menetes lebih banyak dari biasanya, peluh bercucuran lebih deras dari biasanya,
jeritan lebih melengking dari biasanya, hingga akhirnya kemerdekaan itu tiba.
Sampailah kami ke parkiran. Untung di sana menjual air kehidupan. Kami pun
langsung memborongnya demi menjaga kelangsungan hidup.
Kami pulang. Walau capek dan gatal (mungkin karena belum
mandi), tapi perjalanan hari itu sangatlah seru dan berkesan. Dari perjalanan
itu saya mendapat pelajaran hidup yang
berharga. Bahwa hidup itu tidak selamanya mulus. Akan ada saatnya banyak
kerikil tajam menghadang, jalan yang berliku-liku, naik turun, penuh goncangan,
perjalanan yang menguras tenaga. Namun ketika kita tetap fokus pada tujuan
kita, maka semua itu akan terbayar lunas ketika kita bisa mencapai tujuan kita.
Akan ada rasa bangga dalam diri kita. Bangga terhadap kemampuan kita.
Bisa saya bilang, acara DOMANCAL #1 sukses dan saya tetap
berharap akan ada DOMANCAL #2 dan DOMANCAL-DOMANCAL berikutnya. Saya bangga jadi anak 2014.
Saya, Taufan, Fandi, Rian, Ditya, Jonal, Sugeng, Teguh, Candra, Anisah, Fanniya, Anggit |
Komentar
Posting Komentar