Ustaz Hanan Atta(c)ki yang Pernah Kena Attack
Beberapa saat yang lalu, kalau hari boleh dikatakan sebagai saat, dunia digemparkan oleh statemen ustaz muda gaul panutan para remaja, yakni Ustaz Hanan Attaki yang mengatakan bahwa salah satu ciri wanita salihah itu kurang dari 55 kg. Wajar muncul berbagai kecaman dari netizen yang mendapat hidayah sebagai makhluk yang mahabenar atas segala argumennya.
Saya tidak tahu, semoga dugaan saya salah, sekali lagi semoga dugaan saya salah, kebanyakan dari yang nyinyir itu adalah kalau gak yang, maaf, berat tubuhnya lebih dari 550 newton (dengan asumsi g=10 meter persekon kuadrat) ya jelas kaum haters. Eh bukan haters ding, tapi kaum selo. Saya minta maaf sebelumnya. Jadi setelah ini kalau saya dikecam oleh netizen yang mahabenar atas segala spekulasinya, saya sudah ada permintaan maaf.
Di sini saya tidak akan membela mas ustaz tersebut karena saya bukan pengacara beliau. Saya juga tidak akan menyerang bro ustaz tersebut karena saya juga bukan pengacara pihak lawan beliau. Di sini saya hanya sekadar mengomentari saja. Boleh kan? Lha orang mengecam, menghina, dan mencaci maki saja boleh, apalagi hanya sekadar komentar.
Pertama, saya gak mau menyalahkan, tapi apa yang dilakukan Masbro Han (sapaan akrab saya kepada pak ustaz) juga kurang terpuji. Mungkin maksudnya iya bercanda, namun bercanda juga ada batasnya, Masbro Han. Kalau dalam istilah perhumoran itu namanya slapstik atau komedi kasar, ya sejenis umpatan, main fisik, umpatan fisik, pokoknya yang kasar-kasar gitu, kayak di acara itu tuh. Eh itu gak kasar ya, orang itu cuma pakai sterofoam saja.
Memang bumbu humor dalam dakwah akan menjadikannya lebih cair, namun tetap saja harus tetap dijaga humornya, dan diperhitungkan apakah dapat menyakiti hati orang lain atau tidak. Saya tidak tahu apakah di akhir dakwah beliau menutup dengan “Kesempurnaan milik Allah, kesalahan milik saya” atau ungkapan maaf serupa. Namun, Masbro Han, untuk dakwah selanjutnya jadikan ini sebagai pelajaran dan motivasi bagaimana dakwah asyik tanpa menyinggung perasaan orang lain.
Kedua, untuk Parnetma (Para Netizen Mahabenar), jadikan fenomena ini sebagai bahan refleksi. Memang susah karena setiap melihat kejelekan orang lain, bahkan walau cuma sedikit, dorongan untuk nyinyir itu sangat besar. Padahal kalau diri sendiri bikin salah, sok-sokan ‘ah gitu aja baper’. Itu wajar karena syaiton sekarang sudah terintegrasi menjadi syaiton milenial. Namun, bukankah lebih baik jika kita memaafkan dan berkaca dari peristiwa itu?
Saat ini mungkin maaf-memaafkan adalah hal yang sulit karena ulah si syaiton milenial tersebut. Kita sulit meminta maaf dan lebih mudah ngomong “Ah! baperan lu!”. Kita sulit memaafkan dan lebih mudah ngomong “Ngomong maaf aja gampang!” Serba salah deh.
Padahal jika kita mampu bercermin, dari kasus Masbro Han itu kita bisa mengingat-ingat, pernahkah kita bercanda menyakiti orang lain, dan parahnya apakah kita dengan entengnya ngomong “Ah! Baperan lu!” daripada ngomong “Maaf”. Jika iya, gak beda dong kita sama Masbro Han.
“Lho kan dia ustaz? Public Figure. Gak boleh semena-mena dong!” Jika itu dalih yang kita gunakan, coba nyinyir juga ke Cak Nun yang sering ngomong *su, atau keluarga almarhum Bob Sadino yang sering ngomong go**ok, atau hmmm....gak usah dipikir, ini tadi hanya intronya Deen Assalam ala-ala mbak Nisa Sabyan.
Ngomong-ngomong, kasihan jug ya Mbak Nisa, sudah dandan cantik, suara merdu, nyanyi lagu tentang perdamaian tapi orang-orang masih suka rusuh dan salah-salahan. Intinya nyinyir gampang, yang susah tuh dinyinyirin. Harus berprestasi dulu. Harus punya nama besar dulu. Harus kaya dulu. Harus sukses dulu. Harus berkarya dulu. Dan yang jelas, harus dilihat netizen dulu.
Komentar
Posting Komentar