Buka Bersama Bukan Wacana Forever
Tidak terasa bulan Ramadhan segera pergi lagi. Banyak sekali hal-hal yang sudah terlewati, salah satunya adalah kegiatan khas selama bulan puasa, yakni buka bersama. Selama Ramadhan tahun ini, ada empat buber yang saya ikuti, yakni buber Teater Terjal FIB, jurusan Sastra Indonesia angkatan 14, teman SMA kelas 12, dan belum lama ini adalah buber teman SMA kelas 11.
Buber Teater Terjal diadakan hanya beberapa hari setelah Ramadhan tiba. Acara dilaksanakan cukup sederhana, beralaskan rumput lembah UGM dan beratapkan langit bertabur bintang, kami membawa makanan masing-masing dan digelar di tengah lingkaran untuk disantap bersama-sama. Sayang, kami tak sempat mengambil gambar karena terlalu asyik larut dalam kesederhanaan.
Beberapa minggu setelahnya, giliran buber jurusan menyerang. Menurut saya, buber ini adalah yang paling berkesan. Bagaimana tidak, angkatan kami yang sudah tergolong angkatan bangkotan sudah jarang sekali bertatap muka. Ada yang sibuk skripsi, ada yang sibuk gak mikir skripsi, ada juga yang sudah lulus dan sudah melupakan apa itu skripsi. Hampir seperti buber Teater Terjal, kali ini hanya berbeda alas, yakni beralaskan tikar di atas pasir. Kami sebut diri kami sobat misqin. Acara berupa bakar jagung, sosis, dan beberapa tumbuhan kelas umbi-umbian. Kami mengambil gambar dengan tema zaman 80an. Yah, karena kekurangan cahaya sih sebenarnya.
Iya kan? Kayak foto-foto zaman dulu gitu. |
Lima hari setelahnya, saya mulai flashback ke SMA. Ya, akhir-akhir Ramadhan memang enak untuk buber SMA karena beberapa kawan yang merantau ke luar kota sudah kembali ke tanah Jogjakarta. Kelas Dua Belas IPA 5 atau nama asiknya “Kadals” mengadakan buka bersama di rumah makan Ingkung Kuali, salah satu destinasi tempat makan recommended di Bantul. Kami mengisi obrolan dengan topik beraneka macam, mulai dari kehidupan pascakuliah, menggunjing guru waktu SMA, hingga hal-hal berbau mistis. Malam itu juga handphone saya disambangi oleh pesan salah seorang teman saya yang ngambek gara-gara gak saya lihatin pas lagi lihatin saya. Wkwk. Sangat disayangkan kurang dari separuh yang bisa hadir, dan juga kami saat itu sedang berkabung karena ada anggota keluarga salah satu sahabat kami yang sudah kembali kepada-Nya. Stay Strong, Sis!!!
Gaya tangan sarangheo dan beberapa derivasinya |
Dimabuk ingkung, itulah yang saya rasakan. Di tempat yang sama, dua hari setelahnya, Warga Sebelas IPA 2 atau nama gaulnya Waspada sok-sokan mengadakan buka bersama walaupun beberapa bulan sebelumnya sudah mengadakan mabar (makan bareng). Tak disangka tak diduga, hanya 4 orang dari 32 yang absen dalam buber ini. Sungguh jumlah yang sangat melimpah untuk acara kelompok orang yang lama tak bersua. Bahkan, bisa saya katakan Waspada ini adalah kelas yang paling saya kagumi karena kemampuannya menghapuskan wacana. Gak terasa banyak sekali acara yang pernah kami jalani selama ini, mulai dari acara tahun baruan, buka bersama, piknik, dan main santai atau Tour de Waspada, yakni acara silaturahmi ke sesama anggota Waspada. Karena bosan dengan suasana ingkung, kami langsung bergegas ke alun-alun Bantul untuk nongki-nongki asik ala anak muda zaman now.
Penuh Cuy, 28 orang gitu |
Yah, tidak terlalu buruk lah. Wacana buka bersama di awal Ramadhan tidak terbukti hoax. Hanya satu buber saja yang tidak terlaksana, yakni buber kelompok KKN. Disayangkan sih, tapi tak apa lah. Apapun perlu disyukuri. Bukankah Allah menyukai orang yang suka bersyukur? Sudah bersyukur hari ini? Masa’ kalah sama ayam?
Ayam dewasa: Bersyukur yuk.......
Anak ayam: Ciap! Ciap! Ciap!
Komentar
Posting Komentar