(BAHASASTRA) Minyak Kelapa Minyak Zaitun, Apa? itu pantun?



                 Halo gaes, lama gak nulis nih. BAHASASTRA atau Bahas Bahasa dan Sastra kali ini kita akan membahas tentang pantun. Siapa sih yang gak tahu pantun? Tahu gak hayo. Harus tahu dong. Di kehidupan kita sehari-hari, pantun tidaklah asing bagi kita. Pantun adalah sebuah karya sastra yang memiliki keindahan dalam proses pembuatannya atau pengujarannya. Pola bunyi dalam pantun sangat memanjakan telinga pendengarnya. Bahkan menurut penelitian yang dilakukan oleh orang-orang yang kurang teliti membuktikan bahwa jika kita mendengar pantun secara bertubi-tubi selama 10 menit nonstop, saraf-saraf dalam tubuh kita akan menjadi rileks.
                Oke yang pengen belajar apa itu pantun, tetap baca ya. Menurut Eko Sugiarto dalam bukunya Pantun dan Puisi Lama Melayu, pantun adalah bentuk puisi asli Indonesia (Melayu). Namun, istilah pantun pernah menjadi perdebatan sebagian pengamat sastra. Sebagian dari mereka menyatakan bahwa kata pantun berarti misal, seperti, umpama (pengertian semacam ini juga termuat dalam KBBI)
                Secara dasar saja ya, pantun itu adalah karya sastra yang terdiri dari 4 baris dengan pola akhir baris ABAB. Jadi struktur dasar pantun kira-kira seperti ini
                ………………………………………a
                ………………………………………b
                ………………………………………a
                ………………………………………b
Ciri-ciri pantun adalah:
1.       Terdiri dari 4 baris
2.       Banyaknya suku kata tiap baris antara 8-12 suku kata
3.       Pola sajak akhirnya ABAB, bukan BAB lho
4.       Baris pertama dan kedua disebut sampiran, baris ketiga dan keempat disebut isi

Bingung ya? Nih saya kasih contohnya

Burung camar burung gelatik
Hinggap di atas pohon duku
Duhai engkau wanita cantik
Maukah kau  jadi kekasihku?

                   Nah, itu contohnya. Asyik kan dibaca? Apalagi diucapkan. Pasti lebih joss. Seperti itulah pantun. Tapi sebenarnya ada pantun yang tidak terdiri dari 4 baris, namun hanya 2 baris. Pantun ini disebut pantun kilat atau dalam sastra disebut dengan karmina. Sama sih seperti pantun biasanya, cuma ini hanya 2 baris saja. Contohnya? Tenang, saya beri contoh. Bukan hanya satu, tapi dua.

Dahulu parang, sekarang besi
Dahulu sayang, sekarang benci

Buah duku, buah kedondong
Sudah pemalu, suka berbohong

                 Lha, itu contohnya. Sama kan kayak pantun? Ya iyalah, namanya aja pantun kilat. Di masa kini, seiring berkembangnya zaman dan meningkatnya kreativitas manusia, pantun kilat ini sering dislewengkan dari ciri aslinya seperti penggunaan jumlah suku kata yang bebas dan kata-kata yang digunakan lebih gaul. Ini dimaksudkan untuk bersenang-senang dan mencairkan suasana saja. Ya namanya kreativitas manusia, pasti ada-ada saja ulahnya. Kenyataanya saya juga sering pakai sih. Hehehe. Tapi itu kan wujud kesastraan kita gitu lho. Biar beda dari yang lain.
                Saya rasa cukup sekian pembahasan kita kali ini. Mohon maaf apabila ada kesalahan dalam pengetikan atau pembahasan. Kritik dan Saran? Jelas boleh. Asal membangun ya, bukan menghujat. Wqwq. Untuk mengakhiri pembahasan pantun ini saya punya persembahan untuk anda. Garing dikit gak apa-apa ya. Sampai jumpa.


Suatu saat, Bea ketemu sama Beo. Mereka ceritanya adu pantun. Bea mulai duluan
“Beli kain di kota Solo. Kainnya dipakai lari-lari.”
“Cakep!!”
“Eh, ngapain lo? Kok tumben ada di mari”
“Ke lapangan lari-lari. Abis lari-lari langsung mandi.”
“Cakep!!”
“Eh ini gue ada di mari. Mau ke rumah temen, si Budi.”
“Ada maling nyuri motor. Motornya biru masih kinclong.”
“Cakep!!”
“Cakep pala lu!!! Motor lu tuh digondol maling!!!”
“HAH? EH MALINGGG!!!! JANGAN KABUR LO!!!”

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Histeris Menguras Hati

Optimis vs Pesimis

(BAHASASTRA) Gue? Aku? Saya?